Nama : Akhmad Ryan Pratama
NIM : 12/339260/PSA/07260
Apa yang disampaikan oleh Linda
Tuhiwai Smith mengenai dekolonisasi Metodologi
merupakan hal yang sangat menarik untuk dikaji, artikel ini akan membahas
salah satu bab yaitu Imperialisme, Sejarah, Penulisan dan Teori yang terdapat
dalam buku tersebut. Penulisan bab I dalambuku ini dimulai , dengan sebuah
kutipan yang sangat memprovokasi dan menimbulkan polemic bagi sejarawan di
negara yang mulai merdeka, yaitu “Segala perlatan yang berasal dari majikan,
sangat mustahil dapat digunakan untuk membongkar tulis bagairumah majikan”.
(Audre Lorde).
Pernyataan yang disampaikan oleh
Audre Lodre sangat provokatif dan dapat menimbulkan sebuah mitos yang menganggap
bahwa historiografi yang dihasilkan oleh masyarakat yang (pernah) terjajah pasti
akan selalu dipengaruhi oleh para pemikir sarjana-sarjana colonial. Dan sekali
lagi pernyataan tersebut seakan-akan menantang bagaimana para sejarawan di
negara yang pernah terjajah untuk mendekonstruksi historiografi mereka dengan
mengedepankan objektiftas, namun sangat disayangkan dalam buku ini tidak
dijelaskan bagaimana pendekatan yang digunakan untuk mencapai konstruksi
dekolonisasi tersebut.
Permasalahan yang muncul ketika
dilakukan dekolonisasi ialah bagaimana seharusnya penulisan sejarah yang harus
dilakukan bagi masyarakat di negara yang pernah terjajah?. Sebagai contoh dapat
dilihat ketika Indonesia memasuki masa revolusi, dimana para sejarwan Indonesia
pada masa itu mencoba untuk menegasikan seluruh anasir-anasir colonial dalam
berbagai aspek kehidupan termasuk historoiografi. Sehingga akhirnya berbagai
tulisan sejarah yang mengandung substansi nasionalisme sempit yang terjadi di
daerah-daerah. Dimana tulisan tersebut dibuat sebagai bentuk eksistensi
daerah-daerah di Indonesia dalam menentang colonial. Hal tersebut akhirnya
berdampak kepada
Permasalahan yang timbul ialah bagaimana
mendekonstruksi historiografi yang terpengaruh oleh pemikiran sejarah colonial tersebut?,
bagaimana melakukan intepretasi terhadap hampir seluruh arsip yang berbau
colonial yang secara otomatis sudah pasti mengandung intepretasi sesuai dengan
kemauan rezim colonial. Hakikat yang ingin diungkap dalam buku ini ialah
bagaimana sejarawan di negara-negara yang pernah dijajah mampu menghasilkan
tulisan sejarah yang tidak lagi membalikkan perspektif dari benar ke salah, dan
dari pahlawan menjadi seorang pecundang. Apabila tulisan sejarah masih berkutat
kepada permasalahan tersebut tulisan sejarah yang dihasilkan akan selalu bias
dengan mengedepankan sentiment nasionalisme yang sedikit sempit. Buku ini masih
menyisakan lobang bagaimana seharusnya sejarawan dari negara yang pernah
terjajah harus mengintepretasikan sumber-sumber yang dibuat colonial tanpa
terpengaruh pandangan-pandangan colonial. Tidak dapat dipungkiri bahwa antara
negara terjajah dengan negara penjajah pasti akan selalu berbagi memori
kolektif, dan buku ini tidak menjelaskan secara lengkap bagaimana melakukan
interpretasi terhadap memori kolektif tersebut tanpa terjebak terhadap dua
perspektif yang kontradiktif..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar