Nama : Latif Kusairi
NIM : 12/340076/PSA/07391
Berbicara tentang alus sejarah dan historiografi
Indonesia rasanya sangat banyak kita untuk melihat dan tak kunjung ada
pemberhentian terakhir. Historiografi
memang punya zamannya dan jiwa zaman selalu berubah persepsi akan
historiografi. Inilah yang
dimaksud dengan persoalan dan karakter diri dalam penulisan.
Perjalanan historigrafi Indonesia juga nampak
berbeda dengan yang lainnya. Kita bisa melihat sebelum kemerdekaan, sejarah
kita banyak dilingkupi dengan gerakan dan sejarah kita cenderung ”messias” yang
banyak melingkupinya. Dalam permulaan sejara ini rupanya banyak yang terlalu pakem
terhadap strukturalisme, bagaimana
sejarah harus terpatok pada ilmu dan data yang ada. Kita ambil contoh, ”perut
Ken Dedes yang mengeluarkan cahaya sebagai wujud bahwa kelak dia akan
melahirkan seorang putra raja”,” ataupun cerita orang Jawa terhadap thuyul
” selama ini tidak pernah ditulis dan mungkin hanya ditulis dalam bentuk roman
saja. Masalah ini sangat irasional dan bagi sejarawan harus menulis apa adanya,
hanya saja sejarawan belum berani untuk menulis yang demikian, mungkin takut
dianggap punya ngilmu dalam merekontruksi sejarah. Akan tetapi
inilah fakta yang terjadi, masyarakat kita banyak mempunyai catatan dan
perilaku yang kadang bagi banyak sejarawan barat dan bahkan sejarawan kita sendiri
itu tidak masuk akal. Inilah jiwa yang ada ketika sejarawan Soejatmoko
menganalisa dan itu merupakan bagian dari sejarah kita, tidak bisa disamakan
dengan sejarah barat. Maka pernyataan soejatmoko sangat kontras dengan apa yang
dilakukan Sanusi Pane ” Sejarah tidak tahu kebohongan, sejarah memberi kita
refleksi dari bentuk dan subtansi masyarakat dalam realitas nyata, dibebaskan
dari angan-angan dan harapan. Tujuan sejarah adalah untuk memungkinkan
seseorang dengan keyakinan seseorang telah memeriksa sumber dari keyakinan itu
secara mendalam.
Kemudian sejarah kita mengalami daya tanding
dengan istilah ”Feodal” yang artinya bahwa sejarah kadang banyak digunakan
orang-orang besar dalam tulisannya. Pada bagian selanjutnya justru sejarah akan
berkebalikan dengan gayanya yang subaltern. Sejarah akan hilang jatidirinya
yang mana sejarah akan bisa digunakan untuk menulis orang-orang kecil. Lalu
bagaimana dengan pola dan Mazhab yang berkembang saat itu. Bila dikaitkan
dengan dalil yang ada, sejarah yang feodalistic itu banyak terpengaruh oleh
gaya strukturalismei yang banyak
terpatok pada data”no data no histories”. Disinilah sejarah agak kaget ketika
zaman berbeda dalam tulisannya. Pola alternatif sejarah rupanya banyak
terpengaruh gaya post kolonial, post modernisme, atau post struktuaralisme.
Inilah gaya sejarah yang banyak dan mampu berbicara. Pertanyaaan paling mendasr
kemudian muncul, dimana letak dar studi messias dengan bumbu ahistoris? Rupanya
sejarawan Soejatmoko saja belum bisa melihat adanya masuk bab apa, karena dalam kajian intelektual
sejarah yang budaya masyarakatnya seperti itu sangat sulit terjadi.
Maka dari itu , pendapat Hutington bahwa ada yang
menarik dari Asia: dalam pernyataan dan komparasikan seperti kasus diatas,
Hutington mengatakan bahwa” ada nilai-nilai Asia yang tidak bisa ditawar dengan
kapitalis eropa”. Pendapat tersebut serasa memantik para sejarawan barat, bahwa
kita harus menggunakan lokalitas dan budaya dalam menulis sejarah. Bukan
menulis sejarah dengan membedakan rasional or irasional, history or ahistori,
fakta or mistis. Karena dalam banyak sejarah di Indonesia klasik cenderung
banyak model yang diluar nalar tersebut.
Berg(1521:20)
dalam tulisannya juga mengomentari perlunya Historiografi anatypical yaitu
bertentangan dengan pola budaya yang diteliti. Historiografi Syntypical yaitu
studi tentang sejarah orang-orang, dimana historiografi sendiri dipandang
sebagai salah satu unsur pola kebudayaannya. Perlu adanya perbedaan ataupun
bisa memila terhadap sejarah dan budaya, setidaknya sejarawan harus tau budaya
masyarakat sekitar yang ingin ditulis, meski masyarakat yang ingin ditulis
sudah tidak ada, saya berpendapat warisan akan budaya masyarakat dahulu masih
ada meski sudah ada pergeseran. Historiografi juga merupakan kegiatan yang ingin
menyederhanakan berbagai kisah masa lalu.Ia menghapus sejarah tandingan ,
narasi otonomi lokal dan mencoba untuk menghadirkan meta narasi baru bagi
negara dan bangsa. Akan tetapi jangan mengaburkan nilai lokal yang ada dan
membuang jauh hanya karena peradapan yang tidak rasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar