Telaah Mendekolonisasi
Metodologi
Imperialisme,
Sejarah, Penulisan dan Teori
Linda
Tuhiwai Smith
Oleh Haris Zaky Mubarak
Ø Overview
Dalam
buku ini, Linda Tuhiwai Smith yang menggunakan perspektif sebagai seseorang
dari bangsa terjajah ingin menunjukkan adanya pengertian baru ”penelitian”
dengan sisi dinamika kolonialisme dan imperialisme.Oleh karena itu menurut Linda
Tuhiwai Smith penelitian dalam bahasa bangsa terjajah telah memberikan kenangan
buruk karena menciptakan sejarah serta realitas yang berbeda dalam hal rasa
kemanusiaan. Hal ini menurutnya adalah konsekuensi logis dari hasil penelitian
yang dilakukan oleh para peneliti dan para intelektual barat.
Konstruksi
sejarah yang selama ini dipahami, para peneliti dan intelektual Barat diasumsikan
bahwa mereka mengetahui segala hal tentang bangsa terjajah meski lewat perjumpaan
sesat dengan salah seorang dari bangsa terjajah. Para peneliti dan intelektual
Barat mengklaim bagaimana tamsil dari bangsa terjajah dan menolak orang – orang
yang ingin mengembangkan gagasannya. Dengan kata lain para peneliti dan
intelektual barat menolak kemungkinan dari kalangan bangsa terjajah inti mampu
menciptakan budaya dan bangsanya sendiri. Artinya konstruksi sejarah dari
bangsa terjajah “dipaksakan” untuk
mengikuti sistem dan kehidupan dari pemikiran para peneliti dan intelektual
barat. Cara pandang tersebut diinfiltrasikan dalam pengetahuan, menghimpun
,mengklasifikasikan dan merepresentasikan dengan cara para peneliti dan
intelektual barat,melalui perspektifnya kemudian diberikan lagi kepada bangsa
terjajah.
Sebagaimana
Edward Said yang dicontohkan Linda Tuhiwai Smith bahwa adanya narasi sejarah
karya dari para peneliti dan intelektual barat yang diwacanakan dalam
konstruksi barat mengenai eksistensi “other”.
Hal ini kemudian diimplementasikan dalam doktrin, penginstitusian dalam
birokrasi dan budaya kolonial. Linda Tuhiwai Smith ingin menunjukkan bagaimana
penelitian dalam penulisan sejarah
sebuah ajang pertarungan dari perspektif kepentingan barat dan dengan
kepentingan sebaliknya yang merupakan sebuah perlawanan.
Imperialisme telah berhasil membingkai
sekaligus membelokkan pengalaman - pengalaman masyarakat di negara - negara
Selatan (negara - negara jajahan).[1]
Konteks masa lalu kolonial yang lekat dengan perjuangan dan upaya untuk hidup
survive. Pengalaman hidup imperialisme dan kolonialisme memberikan suatu
pemahaman dimensi lain dari pemahaman istilah imperialisme.
Ada
empat konsep yang sering dibicarakan dalam wacana masa lalu kolonial yakni imperialisme,
sejarah, penulisan dan teori. Selain juga ada konsep self determination atau menentukan nasibnya sendiri atau dengan
kata lain populis dimaknai sebagai “kedaulatan” yang belakangan dari perspektif
bangsa terjajah dipermasalahkan. Oleh karena ditafsirkan mampu menggugah
perasaan, sikap, emosi serta membungkam pengetahuan dan budaya bangsa terjajah. Dekolonisasi adalah proses yang berkaitan dengan
imperialisme dan kolonialisme di segala lapisan. Persoalan imperialisme dalam
sejarah masih berkutat dengan diskusi bangsa terjajah yang berjumpa dengan
bangsa barat, hal yang biasa dilakukan oleh Cristopher Columbus yang
diidentikan sebagai seorang penemu dan petualang yang
menjadi tonggak kelanjutan kolonialisme sebagai peninggalan yang
merepresentasikan bagaimana penderitaan dan sebuah kehancuran. Berbagai
kumpulan bangsa terjajah menjadi saksi atas serangan yang dilakukan oleh
Belanda, Portugis, Inggris dan Prancis yang semuanya mempunyai pengaruh politik
atas suatu daerah.
Imperialisme
dan kolonialisme merupakan konsep yang digunakan dalam banyak displin, yang
menurut Linda Tuhiwai Smith tidak banyak orang yang mempertanyakannya. Pemaknaan
dari dua kata ini begitu lazim diterima tanpa harus mempertanyakannya kembali. Keduanya berjalinan erat seperti adanya kesepakatan umum untuk
menyatakan bahwa kolonialisme adalah ekspresi dari imperialisme. Pemaknaan ini
yang digunakan dalam awal abad ke - 19, imperialisme digunakan dalam empat cara
berbeda yakni sebagai ekspansi ekonomi, untuk menundukkan bangsa lain, sebagai
sebuah gagasan dengan berbagai pengejawantahannya, dan sebagai pengetahuan
diskursif. Analisis - analisis ini difokuskan dalam berbagai lapisan
imperialisme yang berbeda – beda terkait
dengan konteks kronologi peristiwa,
penemuan, penaklukan, eksploitasi dan penguasaan.
Ø
.Key Words
Contested Histories, Critically
examines, Decolonization, Imperialism,Provide a history of knowledge, Writing.
Ø Important Events
Usai perang dunia ke II, perang
kemerdekaan dan perjuangan dekolonisasi yang dilancarkan bekas bagian emperium
Eropa memperlihatkan pada kita bahwa upaya meraih kebebasan melibatkan
kekerasan yang maha dahsyat, entah itu secara fisik, sosial, ekonomi, kultural
maupun psikologis.[2]
Ø Making Connections
Munculnya
banyak konsep pengertian dari konsep imperialisme dan kolonialisme dengan mempertimbangkan bentuk-bentuk
analisis lain memungkinkan lahirnya beberapa distingsi penting. Utamanya dalam
konteks kebutuhan yang lebih besar dan rumit dalam memahami konsep imperialisme
dan kolonialisme.Tulisan,sejarah dan teori menjadi aspek kritis perjuangan bagi
bangsa terjajah dalam menuliskan
sejarahnya sendiri.Oleh karenanya ada hal yang harus dipahami dan yang harus
didudukkan kembali dalam sejarah.Konteks yang tidak sekedar membicarakan secara
wacana obrolan belaka tapi bagaimana membuat implementasi untuk membuat
historiografi sendiri. Bukan dipahami dalam konteks penting atau tidaknya dari
bangsa terjajah memiliki historiografinya sendiri tetapi lebih dipahami sebagai
tindakan memproduksi pengetahuan supaya dapat mebawa membawa bangsa pada
pencerahan pengetahuan. Menurut Linda Tuhiwai Smith selama bertahun – tahun
telah terjadi pengadopsian secara tidak kritis yang membiarkan terjadinya
penulisan sejarah tentang bangsa terjajah seakan-akan berada “diluar”.Perspektif
umum yang ada dalam historiografi umumnya tidak sampai bisa menangkap bagaimana
sesungguhnya bangsa terjajah berinteraksi, menggunakan bahasa dan cara-cara
dari bangsa terjajah memahami kehidupannya sendiri. Bagaimana konteks kehidupan
yang dialami oleh bangsa terjajah tidak difragementaris oleh perspektif yang
menjauhkan mereka dari kehidupan yang sewajarnya mereka lakukan.
Penulisan
adalah puncak segala-galanya. Sebab apa yang ditulis itulah sejarah, yaitu
histoire-recite, sejarah sebagaimana Ia dikisahkan, yang mencoba menangkap dan
memahami histoire - realite, sejarah
sebagaimana terjadinya.[3]
Namun demikian kita perlu cermat dalam memaknai sebuah historiografi
sebagaimana pandangan Louis Gottschalk Tujuan daripada historiografi pada taraf
yang tertinggi (yang pasti tidak dapat dicapai) adalah menciptakan kembali
totalitas daripada fakta sejarah dengan suatu cara yang tidak memperkosa masa
lampau yang sesungguhnya. [4]
[1] Linda Tuhiwai Smith, Dekolonisasi
Metodologi,penerjemah Nur Cholis,
(Yogyakarta, INSISTtpress, 2005),hlm. 1.
[2] Linda Tuhiwai Smith,Op
Cit, hlm.16-17.
[3] Taufik Abdullah dan Abdurrachman
Surjomihardjo, Ilmu Sejarah dan
Historiografi, Arah dan Perspektif,
(Jakarta, Gramedia, 1985), hlm. XV.
[4] Louis Gottschalk, Mengerti
Sejarah, (Jakarta,Universitas Indonesia, 2008), hlm.168
Tidak ada komentar:
Posting Komentar