Review
Historiografi.
Nama : Irwan
Nim : 12/339246/PSA/7258
Abad 18 adalah
kata kunci dalam tulisan Prof. Godee Molsbergen yang termuat dalam buku Geschiedenis
van Nederlandsch-Indie”. Kategori periode ini diambil oleh Molsbergen
berdasarkan perkembangan social politik di negeri Belanda dan Eropa. Perubahan
kekuasaan dan status negeri belanda dari semula sebagai propinsi bagian dari
spanyol, menjadi Negara merdeka di bawah dinasti orange, dikuasai oleh Prancis
dan kembali menjadi Negara merdeka pada abad ke 18 menjadi salah satu
argumentasi Molsbergen dalam menetapkan kategori ini. Selain itu, konflik dan
perubahan di Eropa telah membuat Eropa sadar akan masa gelap dalam peradaban
mereka dan berusaha keluar dari lingkaran setan tersebut. Isu perbedaan kelas,
kapitalisme ekonomi, demokrasi dan pemerintahan, teknologi senjata adalah
bagian dari fenomena abad ke 18. Fenomena semakin sempurna ketika dimulai
revolusi industri di Inggris yang menghasilkan alat produksi massal dan mesin
uap. Kejayaan Eropa dimulai pada abad ini, dan menurutMolsbergen negeri Belanda
adalah bagian fenomena yang terjadi di Eropa. Lebih lanjut Molsbergen
menyatakan bahwa abad ke 18 juga menjadi kategori dalam penulisan sejarah
daerah Hindia belanda (Indonesia).
Teori
Molsbergen dibantah oleh Van Leur (sebagai penulis artikel). Dengan menggunakan
sumber-sumber VOC, Van Leur mempertanyakan peran yang dijalankan oleh VOC dalam
kehidupan sosial ekonomi masyarakat di Nusantara. Menurut Van Leur, masyarakat
di Nusantara tidak terlalu tergantung kepada VOC, apalagi pada abad ke 18
tersebut VOC sedang mengalami masa-masa kemunduran akibat perilaku korup para
pejabat dan pegawainya sebagai akibat dari manajemen yang tidak akuntabel dan
diskriminatif. Puncaknya adalah VOC bangkrut dan diambil alih pengelolaannya
oleh pemerintah kerajaan Belanda. Meskipun pada abad ini VOC memblokade lalu
lintas perdagangan laut di wilayah kolonialnya, hal ini hanya mengakibatkan
kemerosotan ekonomi dan kemiskinan masyarakat di Nusantara namun tidak membuat
mereka tergantung kepada VOC.
Van Leur juga
mempertanyakan tentang cara-cara kolonial (Belanda dan Eropa) memandang
bangsa-bangsa di Nusantara seperti Aceh, Siak, Palembang yang mereka anggap
sebagai pemerintah dzalim, korup, bajak laut dan negeri yang mengakui
perbudakan. Menurut Van Leur, Belanda dan VOC juga melakukan kerja-kerja serupa
seperti penanaman paksa tanpa upah bagi masyarakat Nusantara, atau mencotohkan
Kota Vlissingen di Negeri Belanda yang berkembang dari hasil penyelundupan dan
pembajakan. Amerikad dan Spanyol juga melakukan penyelundupan dan perdagangan
budak untuk membangun gedung-gedung megah di kota Zeeland. Pandangan colonial
centris ini telah menyebabkan bangsa memandang pribumi (bangsa Asia) sebagai
bangsa lemah dan tergantung dengan mereka walaupun faktanya tidak demikian.
Ketidak
tergantungan Nusantara dan Asia terhadap VOC dan Eropa juga dijelaskan panjang
lebar oleh Van Leur dimulai dari Negara-negara besar Asia saat itu seperti
Cina, Jepang, Iran dan India. Bahkan sumber VOC mencatat bahwa pada abad ke
18 banyak kapal-kapal Cina berlabuh dan
berdagang di Batavia. Produksi bangsa Asia (Cina, Jepang, Iran, India) ditukar
dengan uang dan logam mulia sehingga barang-barang produksi barat kurang
mendapat pasar di Asia. Negara Asia sendiri seperti India dan Cina terkenal
dengan produksi pakaian dan tekstil yang merupakan kebutuhan utama masyarakat
di Nusantara. Dengan demikian, bangsa Cina dan India (Negara Asia) telah
memenuhi sebagian kebutuhan masyarakat di Nusantara sekaligus menghilangkan
ketergantungan masyarakat nusantara terhadap VOC.
Monopoli VOC di
Batavia mendapat tantangan hebat ketika Inggris membuka kantor dagangnya di penang
(Semenanjung Melayu) dan Singapura yang menjadi pusat berkumpulnya hampir
seluruh perusahaan dagang bangsa dunia, apalagi kedua pusat perdagangan ini
berada di jalur strategis selat malaka yang terkenal sebagai salah satu jalur
laut tersibuk di dunia. Dengan adanya saingan pusat perdagangan ini, monopoli dagang
VOC tidak lagi efektif dan praktis mereka hanya mengandalkan pada barang hasil produksi
kerja paksa masyarakat daerah jajahan. Pada abad ke 18 ini tidak semua daerah
di Indonesia berada dalam penjajahan Belanda, daerah di Sumatra seperti
Bengkulu berada dalam koloni Inggris, dan Aceh masih menjadi Negara berdaulat
dan merdeka.
Van Leur
menyatakan bahwa perkembangan yang terjadi di Nusantara bisa disebut sebagai
perkembangan di negeri Asia pada umumnya. Perdagangan Asia semakin meningkat
pada abad 18 akibat penambahan perdagangan Eropa yang memang sedang mengalami
kemajuan. Dari sudut pandang ekonomi, tidak ada perbedaan status dan posisi
antara bangsa Asia dan Eropa saat itu, yang ada hanyalah pemilik modal yang
kecil dan yang besar. Jadi bisa dikatakan bahwa perdagangan VOC tidak
mempengaruhi perdagangan masyarakat nusantara. Begitu juga dengan periode
sejarahnya, periode sejarah hindia belanda tidak berdekatan dengan sejarah
perdagangan Belanda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar