339987
Perbandingan
antara 'Asian Values' and Southeast Asian Histories’ (T. N. Harper) dan
On
the Study of Southeast Asian History (D. G. E. Hall)
Ada
satu hal yang sangat menarik ketika kita melihat kedua tulisan ini, yaitu gaya
penulisan meraka yang sangat kontra (meskipun meraka sama-sama orientalis).
Jika Hall ddalam artikelnya ‘On the Study of Southeast Asian History’
lebih banyak mengkritisi tulisan sejarawan Barat tentang Asia Tenggara, maka
sebagai akibat dari perubahan politik dunia, maka T. N. Harper 'Asian
Values' and Southeast Asian Histories’ lebih banyak menulis sinisme orang-orang Eropa terhadap nilai-nilai Asia. Kiranya menarik jika melihat jiwa
jaman yang sangat mengilhami pandangan-pandangan orang-orang Barat terhadap
dunia Timur (Asia). Dimana di satu sisi, karya Hall lebih cendrung merupakan
upaya dalam pembenahan melalui kritik-ktiriknya terhadap penulisan sejarah Asia
Tenggara. Di sisi lain, faktor kepentingan politik yang mungkin diiringi dengan
berbagai macam peristiwa yang sengaja diciptakan dalam rangka pencitraan dalam
hal tertentu (dalam hal ini pencitraan terhadap Asian values).
Artikel ini (On
the Study of Southeast Asian History) yang ditulis oleh D. G. E. Hall, merupakan tinjauan terhadap
karya-karya sejarawan barat tentang Asia Tenggara dari masa colonial Barat
sampai dengan tahun 1950an. Menurut Hall, di Asia Tenggara, ada banyak
peristiwa sejarah dengan berbagai bukti yang meraka tinggalkan yang masih
banyak belum digali oleh sejarawan. Hall banyak mengkitik penggunaan istilah
dalam penulisan sejarah Asia Tenggara oleh para sejarawan, seperti kata ancient dan modern. Menurutnya,
istilah-istilah tersebut biasanya digunakan dalam penulisan sejarah Eropa dan
belum tentu bisa bila digunkan untuk dunia Asia Tenggara.
Hal menawarkan
suatu periodesasi baru dalam penulisan sejarah Asia Tengagara yaitu:
1.
Masa awalnya masuknya
India sampai dengan abad ke 13; setiap daerah/ negara tentu berbeda-beda
mengenai kapan masuknya pengaruh India tersebut
2.
Abad ke 13 sampai
dengan abad ke 18, dimana terjadi berbagai perubahan besar di Asia Tenggara;
mulai dari masuk dan berkembangnya Budha Teraveda, kedatangan Islam dan
kedatangan orang-orang Eropa
3.
Abad ke 19-20 yaitu
masa dominasi bangsa Eropa Asia Tenggara
Asian values itu sendiri, sebenarnya merupakan
karakteristik dari orang-orang Asia yang dipengaruhi oleh dua ajaran besar
yaitu Islam dan Konfusius serta sedikit pengaruh Jepang, Rusia,
Hindu, Amerika Latin, dan Afrika,
dimana lebih mementingkan aspek social dan musyawarah dibandingkan
individualism seperti di Barat. Harper bahkan mengatakan bawa bahwa nilai-nilai
Asia bukanlah merupakan suatu faham nasionalisme yang sempit yang harus
ditakutkan oleh dunia Barat. Asian values
itu sendiri masih terdapat perbedaan pemahaman mengenai hakikat sebenarnya dari
Asian values itu sendiri baik di kalangan orang-orang Eropa maupun di kalangan
orang Asia sendiri.
Setelah
blok komunitas runtuh pada kurun waktu 1980-an, tidak lagi menarik membicarakan
masalah ideolgi, karena “musuh bersama” sudah tidak ada lagi, yang justru menarik
adalah membicarakan benturan-benturan peradaban (clash civilizations) antara dunia Barat dan dunia Asia. Dalam
atikel yang ditulis oleh Harper ini, Huntington berpendapat bahwa ikatan
sekelompok masyarakat modern semakin ditentukan oleh warisan agama, bahasa,
sejarah, dan tradisi yang mereka miliki bersama atau yang disebut sebagai
peradaban. Ia berpendapat bahwa benturan antarperadaban akan terjadi karena
tiga hal pokok: hegemoni/arogansi Barat, intoleransi Islam dan fanatisme
konfusianisme.
Hungtington
menyebutnya sedikitnya ada enam alasan mengapa terjadi perang antarperadaban di
masa depan yaitu: 1) perbedaan antar peradaban tidak hanya riil, tetapi juga mendasar,
peradaban terdiferensiasi oleh sejarah, bahasa, budaya, tradisi, dan yang lebih
penting lagi, agama. 2) dunia sekarang sehingga antara orang yang berbeda
peradaban semakin meningkat. 3) proses modernisasi ekonomi dan perubahan dunia
membuat orang atau masyarakat tercerabut dari identitas lokal mereka yang sudah
berakar dalam, disamping memperlemah negara-bangsa sebagai sumber identitas
mereka. 4) tumbuhnya kesadaran peradaban dimungkinkan karena peran ganda Barat.
Di satu sisi, Barat berada di puncak kekuatan, namun di sisi lain,
peradabanperadaban non-Barat telah kembali ke fenomena asalnya. 5)
karakteristik dan perbedaan budaya kurang bisa menyatu dan karena itu bisa
berkompromi dibanding karakteristik dan perbedaan politik dan ekonomi. 6)
regionalisme ekonomi semakin meningkat dengan penekanan pada aspek agama yang
menjadi roh peradaban.
Huntington
bahkan melihat bahwa agamalah yang banyak berperan dalam konflik antarperadaban
di masa depan. Kita seakan di ingatkan bahwa agama tidak hanya berfungsi
sebagai wacana spiritual yang menghadirkan rasa aman dan damai, tetapi juga
bisa menampilkan sosoknya yang seram dan menakutkan. Agama bisa meletupkan
konflik dan pertikaian ketika diinterpretasi sesuai dengan kepentingan sepihak
umat atau kelompok agama. interpretasi yang subjektif itu memberi wewenang pada
pemeluk agama untuk membunuh dan mengobarkan perang atas nama Tuhan dan Kitab
Suci. Seperti yang kita sebutkan di awal tadi, bahwa banyak sekali ajaran agama
yang diinterpretasikan secara tidak benar, sehingga perbuatan seperti terorisme
dan penganiayaan terhadap agama lain di lain sebagai perjuangan di jalan yang
lurus.
Bacaan Tambahan
Riadi,
Doni. 2003. Mengenal Benturan Peradaban :
Sebuah Pengantar. Komunitas Wedangjae :: Wacana dan Analisis Jurnalisme
Empatik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar