Nama : Derta A
339987
ABAD
KE-18 SEBAGAI KATEGORI DALAM PENULISAN SEJARAH INDONESIA
Oleh:
J.C van Leur
Artikel
ini mencoba menghadirkan beberapa alasan dari val Leur untuk mengkatagorikan abad
ke 18 sebagai kategori penulisan sejarah Indonesia. Pendapat tersebut banyak
bertentangan dengan apa yang diungkapkan oleh Prof. Godee Molsbergen; “sejarah
Kumpeni di abad ke – 18 adalah bayangan cermin dari sejarah tanah air, juga
dari sejarah Eropa di zaman itu”. Menurut van Leur, abad ke 18 bisa dijadikan
sebagai kategori dalam penulisan sejarah Indonesia. Alasan yang paling penting
yang mendasari pendapatnya tersebut adalah bahwa sejarah abad ke 17 dari Hindia
Belanda, tidak dapat disamakan dengan sejarah kompeni (VOC) karena negeri
Belanda sendiri waktu itu berada di bawah penindasan Jerman; orang tidak boleh
berbicara tentang kemerdekaan dan kebesaran Negeri Belanda.
Coba
kita simak pernyataan dari van Leur berikut ini: di kawasan Asia, pada abad ke
18, Iran, Birma, Cina dan Jepang masih sangat kuat jika dibandingkan dengan negara-negara
Eropa, termasuk Belanda. Bahkan menurut van Leur, kantor dagang kompeni di
berbagai tempat mengalami kemunduran; di Iran dan Arabia ditinggalkan, di India
berkurang artinya. Meskipun demikian, di Jawa kompeni mencapai suatu
keberhasilan dengan membagi menjadi tiga kerajaan Mataram lama; Sunan, Sultan
dan Mangkunegara (1755-1757). Van Luer juga mengatakan bahwa pada abad ke 18
tidak ada satu kawasanpun di Asia yang dikuasai bangsa Eropa.
Ada
hal yang sangat menarik yang bisa didiskusikan dari artikel karya van Leur ini,
yaitu adanya dua pertentangan pendapat antara van Leur dengan Prof. Godee. Menurut
hemat saya, pendapat dari keduanya sangat sarat dengan suatu maksud/
kepentingan tertentu. Kita lihat pendapat dari Godee, semua pendapatnya dalam artikel
ini cendrung membesar-besarkan negeri Eropa, terutama Belanda. Begitu juga
dengan pendapat-pendapat dari van Leur, ia berargumen dengan mengkrik
pernyataan-pernyataan dari Godee, tanpa mereka disadari bahwa keduanya
sebenarnya sudah menulis sejarah berdasarkan Nederlando-centris.
Pernyataan
saya tersebut nampaknya aneh, namun jika lihat di satu sisi Godee
membesar-besarkan bangsa Eropa termasuk Belanada dan menganggap rendah bangsa
Asia, di sisi lain van Leur sangat memuji-muji Asia; termasuk Jawa (biasanya
kritik merupakan suatu usaha untuk membangun suatu pendapat dari orang
dikritik). Saya justru melihat hal tersebut sebagai suatu penyatuan tujuan yang
sebenarnya mungkin tidak mereka sadari dan saya melihat bahwa pernyataannya
tersebut seperti mencoba menghilangkan sebuah “kesalahan” masa lalu. Van Leur
ingin mengungkapkan bahwa sebenarnya Belanda/ VOC/ Kumpeni tidak pernah membuat
bangsa di Nusantra menderita. Bahkan ia menyatakan tahun 1799 rakyat Jawa mengalami
sebuah kemakmuran. Ia mencoba mengkambinghitamkan Inggris dan negera Asia
lainnya seperti Cina. Saya justru berargumen bahwa van Leur menulis artikel ini
dengan membayangkan masa depan; suatu saat penduduk nusantara akan menuntut ganti
rugi atas explorasi selama ini.
Kalau
kita bandingkan pernyataan-pernyataan van Leur dalam artikel ini dengan buku Pengantar
Sejarah Nasional Indonesia Baru karangan Sartono Kartodirdjo atau tulisan
sejarah lainnya yang menceritakan abad ke 18 yang tentunya Indonesia sentries,
akan kita lihat dua wajah yang berbeda sama sekali. Sebut saja Batavia pada
tahun 1619 sudah menjadi pusat VOC, begitu juga dengan daerah lainnya di luar
Jawa seperti Ternate dan lain-lain. Tak dapat dielakkan lagi bahwa pada abad ke
17- 18, hampir seluruh wilayah nusantara jatuh ke tangan VOC (Kartodirdjo,
1993: 259)[1].
Jadi kalau kita memandang buku SNI adalah benar, maka apa yang dikatakan van
Leur adalah omong kosong, begitupun sebaliknya kalau kita menganggap apa yang
dikatakan van Leur benar, maka apa yang dikatakan dalam buku-buku sejarah
Indonesia juga omong kosong.
Oleh
karena itu, kita memerlukan sebuah dekonstruksi sejarah, dimana kita harus
melihat dinamika dalam masyarakat, yang justru menjadi pendukung utama dalam
sebuah peristiwa sejarah. Sebagai contoh kita tidak dapat menganggap bahwa
perlawanan Thomas Matulesia 1817 di Saparua, Maluku, sebagai sebuah tindakan
nasionalisme begitu saja. Dalam berbagai buku terlanjur ditulis bahwa Thomas
Matulesai adalah seorang pahlawan nasional. Terlebih kalau kita perhatikan
pentingnya kepulauan Maluku pada era-era itu. Maluku sendiri menjadi tempat
yang sangat cocok untuk tanaman lada, dimana lada sebagai komuditi yang sangat
laku di pasaran di Eropa dapat tumbuh dengan subur di pulau tersebut. Terlebih
lagi kalau lihat dari sebuah protes yang dipimpin oleh Thomas Matulesia dengan
pembubuhan tanda tangan keluhan-keluhan “rakyat”. Dalam buku Pengantar Sejarah
Indonesia Baru:1500-1900 dari Emporium sampai Imperium Jilid 1 pun jelas bahwa
yang menanda tangani surat keluhan tersebut adalah 21 orang kaya, patih dari
Saparua dan Nusa Laut (Kartodirdjo, 1993: 375-376)[2].
Jadi di sini jelas bahwa perlawanan terhadap Belanda merupakan kelanjutan dari
persaingan yang sudah ada dalam masyarakat sebelumnya, hanya saja hanya saja
kemunculan Belanda sebagai pemain baru yang lebih kuat di Maluku, menimbulkan
kesepakatan di antara mereka untuk mengadakan perlawanan. Jelas hal tersebut
tidak bisa kita golongkan sebagai nasionalisme.
Artikel
ini mengandung beberapa kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya, ditulis oleh
orang Belanda sendiri, dengan mengandalkan sumber arsip-arsip Belanda dan
tentunya van Leur tidak akan salah tafsir terhadap apa yang ada di arsip yang
ia jadikan sebagai sumber. Selain itu, artikel ini juga mengupas hal-hal yang
jarang sekali saya temui; dimana ia menceritakan sisi lain dari berbagai kisah
yang diceritakan dalam Sejarah Nasional Indonesia, khususnya tentang kompeni
(dalam sejarah buku SNI tentu diungkapkan bahwa VOC adalah penyebab dari
berbagai perpecahan dari berbagai kerajaan di Nusantara). Namun demikian
artikel ini juga memiliki kelemahan. Kelemahan yang sangat nampak adalah
kebangsaan van Leur sendiri; orang Belanda dan sumber arsip yang ia gunakan
juga ditulis oleh orang Belanda. Hal tersebut akan sangat memungkinkan bahwa apa
yang ditulis oleh van Leur sangat subyektif sekali, begitu juga dengan
penulisan arsip-arsip itu sendiri juga pasti akan menulis hal-hal yang baik
tentang VOC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar