Halaman

Rabu, 09 Januari 2013

Meneliti Sejarah Penulisan Sejarah, oleh Heater Suntherland


NAMA           : Hanif Risa Mustafa
NIM               : 338345
MAKUL         : Historiografi

Review: Meneliti Sejarah Penulisan Sejarah, oleh Heater Suntherland

Sejarah merupakan catatan terus menerus secara sistematis tentang kejadian-kejadian dalam masyarakat, kajian perkembangan negara, rangkaian kejadian yang berkaitan dengan negara orang, benda, dan sebagainya. Definisi tersebut sesuai dengan apa yang ada dalam Conside Oxford Dictionary edisi 1964, membuat para sejarahwan banyak menghadapi pilihan penulisan sejarah. Guna mengahadapi pilihan-pilihan tersebut diperlukan ‘historicise history’(menguji sejarah penulisan sejarah) agar mendapati pemahaman apa yang mempengaruhi penulisan sejarah. Heater Sutherland mengenalkan sebuah bentuk sejarah baru yang melihat sejarah sebagai sejarah nyata dari rekonstruksi apa yang sebenarnya terjadi dan sejarah yang dipengaruhi oleh kekuasan elit negara. Sutherland menyebutnya Modern Profesional History (Sejarah Profesional Modern-SPM). SPM muncul setelah ditandainya narasi besar, merupakan sebuah narasi dominan yang menampilkan sejarah sebagai puncak kejayaan modernitas bangsa dan negara. Penulisan SPM secara simbolis berkembang dengan negara dan berkaitan erat dengan politik.
Sejarah memiliki implikasi terhadap negara sebagai legitimasi negara dan identitas nasional. Negara menciptakan genealogi dengan mencatat peristiwa-peristiwa yang tepat dan menghilangkan peristiwa-peritiwa yang bertentangan dengan negara-bangsa. Penciptaan genealogi ini, untuk legitimasi dengan menampilkan serta menggambarkan tokoh dan peristiwa secara selektif  ke dalam sebuah narasi. Untuk mendapatkan legitimasi yang nyata, maka identitas-identitas lama atau konflik-konflik lama ditempatkan jauh dengan narasi kemenangan nasionalisme. Sejarah lokal yang bertententangan dengan narasi dominan tidak diberlakukan. Ini dimaksudkan dalam penulisan sejarah nasional, melakukan penulisan peristiwa sejarah yang melibatkan seluruh warganegaranya. Terbentuk dari gerakan nasionalis yang dipimpin oleh warga kota modern yang sadar akan kewarganegaraannya. Setelah merdeka, wakil-wakil kaum elit gerakan nasionalis menjadi pemimpin.
Kebanyakan disemua negara terjajah (termasuk Indonesia) kemerdekaan pada dasarnya terdiri dari pengalihan aparatur negara dari tangna sebelumnya –pemerintah kolonial atau bangsa Eropa- ke pemimpin lokal yang terbentuk dalam masyarakat colonial. Politik akan selalu membentuk konstruksi sejarah. Hal ini sama-sama dimiliki oleh narasi tradisional dan modern, namun narasi tradisional lebih berbentuk sastra bertujuan moral dengan tema mitos dan agama, sedangkan narasi modern menjelaskan kekuasaan politik sebagai bukti legitimasi. Apabila sebuah pemerintah kehilangan legitimasi maka akan menimbulkan berbagai konsekuensi diterima atau tidak diterimanya narasi-narasi sejarah yang membentuk legitimasi kekuasaan. Negara-negara disini memiliki peranan penting guna merekonstruksi sejarah bangsa sebagai legitimasi. legitimasi ini berdampak pada identitas nasional dan membangun rasa nasionalisme.
Menciptakan tradisi memiliki tujuan untuk memperkokoh pengembangan moderinitas. Melihat tujuan tersebut perlu adanya pendefinisian kembali mengenai budaya. menurut Patrick Manning budaya dilihat sebagai kesatuan yang dapat diidentifikasi, sebuah keseluruhan yang kompleks dari keyakinan-keyakinan. Budaya sangat berpengaruh sekali terhadap terbentuknya sebuah modernitas. Secara fundamental sejarah memandang modernitas dengan tradisi berbeda, modernitas ditandai dengan kemajuan sedangkan tradisi ditandai dengan pelestarian. Suatu perubahan secara cepat dan tidak terkendali akan mendorong masyarakat untuk bergantung pada tradisi. Pergeseran dan sifat sesuai dengan contingent dari budaya merupakan bagian dari perubahan intelektual yang sama yang menciptakan pascamodernisme. Pergeseran yang terpenting adalah pergeseran ide sejarah sebagai ilmu pengetahuan ke produk budaya. awal dari pascamodernisme ialah berkembangnya faham-faham baru diantaranya Thomas Khun dalam ide paradigama, Jacques Derrida dalam teorinya dekonstruksi, dan lain-lain.
Masalah sifat universal SPM ialah perspektif-perspektif sejarah yang berbeda-beda. Meskipun sejarawan menghargai dasar-dasar metode ilmiah, tetapi sejarahwan mengabaikan perumusan dan pengujian hipotesa. Banyak sejarahwan meragukan manfaaat membangun sejarah yang eksplisit apaalagi teori. Teori sendiri merupakan instrumen yang berguna untuk mengedentifikasi hubungan-hubungan penting dalam peristiwa sejarah. Akan tetapi sumber-sumber sejarah menggiring kearah yang berbeda. Elemen  terpenting dalam penulisan sejarah adalah penggunaan tipologi. Menurut Manning tipologi adalah sebuaha klasifikasi atas fenomena atau terminology yang tersusun rapi. Narasi besar SPM mengamsumsikan modernisasi berdasar model barat dalam perkembangaan menuju negara demokratis dan birokratis serta budaya modernitas tunggal.
Dari hasil yang rivew dari karangan Heater Suntherland, diasumsikaan, bahwa Suntherland mengkritik sebuah penulisan sejarah lama bangsa timur, penulisan bangsa timur yang selama ini bersifat positivis yang mana memandang sejarah dengan relativisme sehingga menghasilkan sejarah yang objektif. Suntherland memberikan wawasan baru mengenai apa itu SPM dan perlunya SPM guna menambah wawasan sejarah yang lebih modern tanpa adanya bayang-bayang Eropasentrisme. Tidak dipungkiri negara memainkan peran penting dalam penulisan sejarah-peran politik dan ekonomi sangat berpengaruh disini- akan tetapi untuk mencapai pemikiran baru perlu adanya pemikiran-pemikira pascamodernitas. Sejarah dipandang dari berbagai sudut pandang, memandang sejarah dari berbagai pengaruh. Sebagai contoh kasusnya adalah penulisan sejarah pada masa orde baru, selama ini penulisan sejarah masa orde baru seakan-akan dibatasi oleh negara. Tujuannya adalah mencapai legitimasi kekuasan yang dapat berpengaruh terhadap masyarakatnya. Untuk mencapai sejarah SPM saat ini perlu adanya penilaian dan pemikiran ulang kembali sejarah orde lama tersebut, memandang sejarah dari berbagai aspek. Meskipun sejarah akan menjadi subjektif, namun ke-subjektifan itulah yang akan meluruskan sejarah. Sehingga tidak tercapai-yang selama ini saya pandang- bahwa sejarah adalah alat legitimasi rezim, namun  sejarah akan tercapai sebagai legitimasi negara-bangsa dan identitas nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar