Halaman

Selasa, 08 Januari 2013

Membandingkan Artikel : On the Study of Southeast Asian History oleh D. G. E. Hall dan Historiographical Review 'Asian Values' And Southeast Asian Histories oleh T. N. Harper

Nama              : Hendra Afiyanto
NIM                : 339981
Mata Kuliah  : Historiografi

Membandingkan dua artikel dari D. G. E. Hall dan T. N. Harper merupakan sebuah hal yang boleh dikatakan sulit. Kedua artikel ini ditulis dalam masa yang berbeda dan tentunya dengan jiwa zaman yang berbeda pula. Artikel karya D. G. E. Hall ditulis lebih dari sudut pandang kolonialis dengan perspektif ideologis sedangkan artikel karya T. N. Harper ditulis lebih pada historiografi modern dengan perspektif lain (budaya, social, ekonomi, dll).
Dalam artikel On the Study of Southeast Asian History oleh D. G. E. Hall membuat periodisasi dalam historiografi masyarakat Asia Tenggara. Periode ini diawali dengan banyaknya historiografi yang bertemakan klasik seperti karya dari Bernard Philippe yang menulis Angkor et le Cambodge au XVI sidcle d'apres les sources portugaises et espagnoles (Paris, 1959) mengenai peradaban kuno Khmer yang sisa-sisa kemegahaan arsitekturnya masih tak tertandingi sampai sekarang. J.G. de Casparis yang merevolusi pengetahuan tentang periode Sailendra dalam sejarah Indonesia dan studi tentang prasasti abad kedelapan dan abad kesembilan dari jawa.  Kemudian Paul Wheatley meneliti tulisan-tulisan Cina, Yunani, Arab, Persia dan India yang berkaitan dengan sejarah awal geografi Malaya. Wheatley menulis penelitiannya dalam buku yang berjudul The Golden Khersonese. Dan juga Profesor C.C. Berg yang meneliti tentang studi sastra jawa kuno, seperti Negarakertagama, Pararaton dan Babad Tanah Jawi. Pada periode berikutnya ditandai dengan mulai adanya kontak atau hubungan antara masyarakat Asia Tenggara dengan Bangsa Eropa. Dalam periode ini banyak historiografi berdasarkan perspektif eurosentris. Dari dua periode ini penekanan dari artikel karya D. G. E. Hall adalah perlunya pembangunan identitas kolektif bangsa-bangsa Asia Tenggara. Identitas bersama ini diperlukan sebagai jiwa historiografi masyarakat Asia Tenggara. Para Sejarawan barat juga sudah mencontohkan bahwa mayarakat Asia Tenggara bisa membangun identitas bangsa berdasarkan sejarah local dari bangsanya. Kekurangan dari artikel karya D. G. E. Hall adalah kurangnya menampilkan historiografi karya sejarawan local. Disini D. G. E. Hall selalu menampilkan contoh dari historiografi sejarawan barat. Jika merujuk pada publikasi artikel ini diduga bangsa-bangsa Asia Tenggara masih berkutat dengan kolnialisme. Historografi dari sejarawan lokan masih sangat kuat dimasuki oleh jiwa jamannya yang condong pada sikap antikolonialis sehingga banyak dari sejarawan barat yang berasumsi bahwa historiografi dari sejarawan local bersifat kurang ilmiah. Diduga karena hal tersebut D.G.E. Hall lebih banyak menampilkan historiografi dari sudut pandang sejarawan barat yang dianggap lebih ilmiah.
Artikel Historiographical Review 'Asian Values' And Southeast Asian Histories oleh T. N. Harper lebih berusaha membuat jalan tengah antara pandangan barat terhadap timur serta pandangan timur terhadap barat. Dalam artikelnya, seorang bernama Samuel Huntington menyatakan tampaknya peradaban bukan eropa memiliki kesamaan yang tidak jauh dengan konghuchu dan islam (dimaksudkan peradaban asia), terutama pada konteks keutamaan keluarga dan masyarakat atas hak-hak individu. Nilai-nilai asia ini memiliki ketimpangan dengan peradaban liberal barat. Ketimpangan ini muncul dari bacaan sejarah yang menbicarakan seribu kesuraman dan harapan menyingsing abad pasifik. Ini sangat ironis dan sangat banyak terekonstruksi dalam pikiran dikalangan asia. Akibat pandangan ini bangsa timur menganggap barat sebagai colonial, dan bangsa barat menganggap bangsa timur jauh dari kesan menghargai hak-hak asasi manusia dan hak individu. Munculnya perspektif seperti ini membuat historiografi sejarawan Asia Tenggara sulit lepas dari perspektif politik. Munculnya perspektif seperti ini membuat historiografi masyarakat Asia Tenggara hanya terpaku pada sejarah orang-orang besar serta fiksi tentang keagungan dan kebesaran masa lalu. Untuk mengubah perspektif seperti ini diperlukan adanya nilai-nilai Asia seperti yang telah disinggung di atas. Oleh Dr. Mahatmir Muhammad nilai-nilai Asia hanya dipahami sebagai tantangan neo-imperalisme barat. Nilai-nilai asia ini menjadi sebuah perdebatan sejarah dan menimbulkan sebuah pertanyaan apa modernitas? Apakah nilai Asia itu adalah penolakan terhadap barat? Prof. O.W. Wolters menguraikan beberapa ciri budaya Asia tenggara seperti yang disaksikan dalam awal sejarah. Banyak fitur yang mungkin tidak menjadi ciri khas Asia Tenggara, kongfigurasi ini muncul dan hadir dalam pikiran yang mana rasa Asia Tenggara selalu modern. Pergerakan intelektual tentang nilai-nilai Asia merupakan suatu produk yang menyebabkan asia tenggara harus memeriksa kembali pertemuan masyarakat asia tenggara dengan modernitas. Pandangan saya menyikapi nilai Asia adalah suatu nilai yang memungkinkan masyarakat Asia Tenggara untuk mendekonstruksi ulang historiografinya sehingga tercipta Asia Tenggara yang lebih modern. Agaknya nilai Asia kini telah berkembang pesat di Asia Tenggara, historiografi masyarakat Asia Tenggara sudah tidak berkutat pada perspektif politik, tapi sudah pada multidisiplin ilmu seperti kata Sartono Kartidirdjo. Upaya T. N. Harper untuk menghubungkan pandangan Bangsa Timur dengan Bangsa Barat dengan menggunakan nilai-nilai Asia agaknya sudah cukup membuahkan hasil. Rekonstruksi dari Bangsa Timur yang semula menganggap Barat sebagai colonial sudah berganti dengan sebuah dekonstruksi bahwa barat memberikan sumbangan paham dan pemikiran baru tentang historiografi. Begitu pula dengan Barat yang semula menganggap timur sebagai daerah yang kurang menghargai hak-hak asasi juga daerah terbelakang tebelakang dalam hal historiografi agaknya sudah mendekonstruksi bahwa timur memberikan sumbangan besar terhadap penelitian bangsa barat dan ikut membangun peradaban ilmu pengetahuan barat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar