Halaman

Selasa, 08 Januari 2013

Beberapa Tjatatan Mengenai Penulisan Sedjarah Makassar-Bugis Karya : A.A. CENSE



Nama              : Hendra Afiyanto
NIM                : 339981
Mata Kuliah  : Historiografi


Merujuk pada naskah-naskah sejarah di wilayah Indonesia Timur khususnya Sulawesi Selatan (Makassar, Bugis) memiliki nilai-nilai dan cerita sejarah yang tinggi. Hal ini disebabkan karena penduduk wilayah tersebut peduli akan masa lalunya. Bangsa Eropa sudah sejak lama menggunakan naskah-naskah tersebut sebagai sumber sejarah sebelum orang-orang pribumi menyadarinya. Lengkapnya catatan-catatan, buku-buku harian dan surat-surat perjanjian dari orang Makassar dan Bugis bahkan digunakan oleh Crawfurd untuk menulis tentang sejarah Gowa dan Bone dalam bukunya yang berjudul History Of Indian Archipelago. J.A. Bakkers tidak ketinggalan pula menulis tentang sejarah kerajaan Bone yang dituangkan dalam tulisan berjudul Keradjaan Pindjaman Bone. Singkatnya sebagian besar naskah-naskah kuno dari Makassar dan Bugis digunakan sebagai sumber sejarah untuk tulisan-tulisan di Belanda.
Adanya tradisi pencatatan ini tidak hanya dilakukan oleh raja beserta kerabat dan orang terdekanya, tetapi juga dilakukan oleh masyarakat biasa. Jangkauan penulisan di dalam buku-buku harian, teks perjanjian dan catatan hukum adat didasarkan kedudukan social dalam masyarakat. Jika mereka berkedudukan sebagai raja atau pejabat pemerintahan maka catatan tersebut berisi genealogi raja, surat perjanjian, perang, hubungan ekonomi dengan kerajaan lain. Begitu pula jika mereka rakyat biasa maka catatan tersebut berisi sekitar kehidupan mereka. Perpaduan catatan dari golongan atas (raja dan kerabat) serta golongan bawah (rakyat biasa) kiranya sudah bisa digunakan sebagai sumber sejarah untuk mengetahui keadaan Makassar dab Bugis beserta perkembangannya.
Banyak faktor yang mempengaruhi kuatnya tradisi  pencatatan pada masyarakat Sulawesi Selatan. Pertama karena penduduk memiliki perhatian yang lebih pada masa lalunya. Adanya perhatian yang lebih pada masa lalu membuat penduduk mencatat peristiwa apapun secara kronologis. Pada catatan tersebut bahkan ditulis tanggal, nama penyalin serta menyebutkan waktu pencatatan pertama dengan tanggal saat pencatatan itu disalin. Tujuan dari pencatatan ini sangat sederhana mereka ingin memperlihatkan kepada orang-orang sezaman apa yang telah dikerjakan oleh nenek moyang mereka, dari mana asal usul mereka serta bagaimana kondisi saat itu. Kedua mungkin adanya pengaruh tradisi pencatatan yang kuat dari Portugis. Hal ini dibuktikan dalam buku-buku harian terdapat tanggal dan nama bulan dalam bahasa Portugis. Ketiga terpeliharanya naskah-naskah di Sulawesi Selatan serta tradisi pencatatan disebabkan penduduk mempunyai perhatian yang lebih akan hal tersebut. Perhatian ini ditunjukkan dengan menyamakan kesucian naskah sebanding dengan kesucian upacara kerajaan.
Jika kita membandingkan antara naskah sejarah dari Sulawesi Selatan dengan karya sastra Melayu (syair/puisi) dan karya sastra Jawa (babad) tentunya memiliki banyak persamaan dan perbedaan. Adanya kekaburan dalam narasi serta bagian yang hilang merupakan hal yang sama dari ketiga naskah tersebut. Pada naskah di Makassar dan Goa banyak ditemukan halaman-halaman kosong ataupun halaman yang substansinya tidak memiliki keterkaitan dengan substansi halaman  sebelumnya. Halaman-halaman kosong ini biasanya mengalami penghapusan oleh raja-raja sesudahnya. Penghapusan ini disebabkan adanya anggapan bahwa apabila raja sebelumnya yang sudah meninggal dan memiliki sebuah kesalahan, maka hal ini harus dihapuskan karena menurutnya perbuatan yang baik adalah menghapus kesalahan orang yang sudah meninggal. Begitu pula dengan halaman yang substansinya tidak memiliki keterkaitan dengan substansi halaman  sebelumnya, hal ini disebabkan banyaknya perjanjian-perjanjian baru yang ditulis ulang pada halaman yang kosong.
Kelebihan dari naskah dari Sulawesi Selatan ini adalah sangat memperhatikan aspek kronologis. Hal ini dimungkinkan adanya pengaruh historiografi modern dari Portugis yang menekankan akan perlunya aspek kronologis daripada aspek genealogis seperti pada historiografi tradisional. Jadi dapat disimpulkan bahwa orang-orang Makassar dan Bugis sangat berperan pada penulisan sejarah di Sulawesi Selatan karena mereka memiliki kebiasaan yang cermat dan teliti dalam menulis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar