Nama :
Siti Nur Hadisah B Hari/tgl :
Kamis, 22 Nov 2012
No. Mhs :
12/340216/PSA/7401 Dosen Pengampu : Dr. Sri Margana
Mata Kuliah : Historiografi
Bagian pertama dalam buku ini lebih memperlihatkan bahwa
berbagai disiplin ilmu sosial yang diajarkan di universitas-universitas di Asia
mengikuti model barat baik secara dalam penggunaan metode maupun cara
menganalisa suatu gejala sosial yang terjadi di masyarakat Asia. Hal ini tentu
kurang sesuai apabila disiplin ilmu sosial tersebut diterapkan di Asia, misalnya di
Indonesia. Pengajaran
ilmu sosial yang diajarkan
di Indonesia sejak tahun 1920-an apabila diterapkan
secara langsung dan secara penuh dengan cara pandang Barat, tentu kurang
sesuai. Hal ini dikarenakan cara pandang terhadap suatu masalah yang terjadi
akan berbeda. Selain itu, terlihat pandangan dalam melihat orang beradab dengan orang
tidak beradab, pasti akan berbeda karena nilai, konsep, kebudayaan, sikap dan
batasan tersebut. Pastinya orang barat melihat orang yang beradab dari nilai
dan pandangan dari sudut pandang mereka sendiri bukan dari sudut pandang orang
Asia.
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan sosialpun orang
non-Barat tidak diakui sebagai pendiri, tetapi hanya sebagai perintis. Hal ini
terkadang sedikit menggelikan ketika kita benar-benar melihat bahwa sebelum
perkembangan Eropa banyak ilmuwan Islam yang mencetuskan suatu ide dalam ilmu
sosial namun hanya diakui sebagai perintis, seperti Ibnu Khaldun. Dengan kata
lain bahwa
pengetahuan dan budaya Barat akan terus-menerus memperkuat pandangan Barat
sebagai pusat pengetahuan dan orang non-Barat hanya sebagai pengekor atau
sekedar mengikuti pengetahuan yang dikembangkan oleh Barat.
India, Mesir, Korea, dan Filipina merupakan tempat ilmu
sosial relatif berkembang. Namun, dalam perkembangannya secara teori, konsep
maupun metode terdapat kesadaran mengenai kekurangcocokan antara teori Barat
dan realitas Asia Timur, apabila tidak disesuaikan dengan kebutuhan dan
diulayatkan sesuai dengan cara pandang masyarakat Asia. Sehingga perlu adanya
suatu modifikasi dan perubahan teori-metode sehingga lebih relevan dan lebih
sesuai apabila diterapkan. Selain itu, masyarakat Asia harus lebih memperkuat
kesinambungan antara tradisi pengetahuan Eropa dengan sistem gagayan ulayat.
Kebergantungan intelektual terlihat dari struktur
kebergantungan akademis maupun relevansi yang berlatar belakang Barat dengan
perspektif teoritisnya dan pencitraannya. Apabila sebagian besar ilmu sosial
dan humaniora di negara berkembang merupakan suatu dominasi keberlanjutan dari
pengetahuan Barat. Maka berbagai kritik terhadap Eurosentrisme dalam hal
akademisi mulai dilontarkan. Hal ini dikarenakan banyak teori dan
perspektif Barat memunculkan suatu
permasalahan apabila digunakan untuk kebutuhan dan menyelesaikan suatu permasahan
yang terjadi di Asia. Bentuk disiplin sosial juga mempengaruhi masyarakat
secara fisik, emosi, linguistik maupun kultural, yang secara perlahan terkadang
menghapus identitas dan memori kolektif masyarakat pribumi. Maka
seorang
sejarawan perlu untuk memposiskan diri secara
setrategis sebagai intelektual dalam dunia akademi.
India merupakan salah satu negara yang paling gencar
melancarkan perlawanan terhadap pengetahuan Eurosentris dengan bentuk
inferioritas orang Hindu dalam sains dan teknologi, serta perbedaan spiritual
juga sering menimbulkan suatu perbedaan dalam memahami suatu gejala yang
terjadi. Sehingga mulai sekitar 1950-an mulai terlihat tulisan melalui
jurnal-jurnal seperti Contributions to
Indian Sociology yang memperlihatkan timbulnya suatu kesadaran terhadap
kondisi disiplin dan persoalan sentral ihwal sosok sosiolohi India. Hal yang
diangkat dalam tulisan ini lebih menyangkut pada kurangnya asumsi teoris yang
mendasari karya-karya yang dihasilkan sosiolog India saat itu. Begitu juga
dengan Korea yang berusaha mendapatkan identitasnya sendiri, sehingga dapat
digunakan untuk memperbaikin kualitas hidup dan memiliki nilai prediktif.
Di Singapura terdapat perkembangan minat dalam alternatif
feminis terhadap diskursus sosiologi arus utama. Selain itu, pemikir dan
reformis Filipina, Jose Rizal (1861-1896) merupakan seorang kritikus pertama
yang mencermati keadaan pengetahuan di wilayah tersebut. Begitu juga di
Indonesia terjadi pertentangan namun bukan dari bangsa Indonesia sendiri melainkan
dari ilmuwan Belanda, Jacob Cornelis van Leur, yang secara perlahan mulai
diikuti oleh orang Indonesia dalam mengkritik Eurosentrisme, seperti
Soedjatmoko. Hal lainnya adalah masuknya ide-ide Barat tanpa mempertimbangkan
konteks sosial-sejarah. Dengan kata lain, cara berpikir penduduk terjajah
mempunyai kaitan dengan imperialisme politik dan ekonomi, yang mana sering
disebut sebagai “penjajahan dalam pemikiran atau mental”.
Adapun persoalan ilmu sosial terlihat pada karya-karya atau
tulisan yang cenderung Eurosentrisme, mengabaikan konsep lokal, kurangnya ide
untuk konsep baru, pengadopsian dan kurang kritis terhadap ilmu pengetahuan
Barat, diskursus Eropa mengenai masyarakat non Barat, dan sebagainya,
memunculkan suatu teori ilmu sosial yang berusaha meneorisasikan ilmu sosial
dan humaniora di tengah masyarakat post kolonial. Diskursus alternatif tidak
lain adalah untuk mewujudkan ilmu sosial yang lebih relevan yang diharapkan
kritis terhadap ilmu sosial dan telaah sejarah dengan meluaskan atau merevisi
teori yang sudah ada. Dalam ilmu sejarah dapat dilihat dari dekonstruksi
sejarah dengan mengembangkan kerangka baru dalam suatu historiografi. Hal ini
tidak serta merta mengabaikan sumber asing tetapi lebih menempatkan posisi dalam
sudut pandangnya sendiri. Dengan demikian akan tercipta suatu konsep metodologi
dan pendekatan analisis yang lebih relevan dan lebih bisa digunakan dalam
melihat sesuatu yang terjadi di masyarakat pada masa lampau.
Kelebihan dalam Bab I ini lebih memperlihatkan adanya suatu
upaya untuk kembali memposisikan pengetahuan Barat sebagaimana mestinya dan
lebih mengungkapkan berbagai alasan tentang perlunya suatu diskursus dalam ilmu
pengetahuan sosial yang selama ini cenderung lebih ke Barat. Namun, terdapat
juga beberapa kekurangan yakni kurangnya penjelasan dalam hal penerapan metode,
teori maupun sumber secara benar.
Buku Acuan
Syed Farid Alatas. 2010. Diskursus Alternatif Dalam Ilmu Sosial Asia:
Tanggapan Terhadap Eurosentrisme terj. Alternative
Discourses in Asian Social Sciences: Responses to Eurosentrism. Jakarta:
Mizan.
Linda Tuhiwai Smith. 2005. Dekolonisasi
Metodologi terj. Decolonizing Methodologies. Yogyakarta: INSISTPress.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar